Lullaby : Hard Day

My Picture

I'm short girl who has short hair and glasses. I'm fourteen going on fifteen years old. I live at small city in Indonesia. I love reading, eating, and ice cream. Leave a greeting in my chat box. Simple, unique, and weird.

More about me»

Mungkin hari  ini hari dimana aku tidak dihargai, malam hari aku menyiapkan cameraku bahkan melarang ayahku untuk memakainya malam itu hanya untuk hari besok, hari dimana aku bersama teman-teman kelompokku akan mengambil foto untuk tugas tata boga.

                Tadi pagi aku berangkat sekolah dengan sepeda hijauku. Aku sengaja bersepeda karena beberapa kali ini ibuku selalu mengeluh karna harus mengantar jemputku. Aku tidak tega melihat wajahnya yang lelah ketika berkeluh kesah. Ayahku sudah pagi-pagi sekali berangkat ke Surabaya untuk bimbingan proyek yang akan dilaksanakannya dengan ayahku sebagai pengawas lapangan. Aku sarapan humberger yang dibelikan ayahku kemarin. Dengan memakan humberger ini aku merasa seakan-akan aku harap aku juga akan mempunyai semangat yang selalu dimiliki ayahku setiap hari. Tenaga yang gesit seperti kuda seperti tiap ia mengontrol anak buahnya dengan penuh wibawa.

                Aku sampai disekolah dengan baju basah kuyup. Aku tak menyangka hujan akan turun ditengah perjalananku menuju sekolah. Kepalaku terasa pening dan kakiku terasa nyeri akibat kecerobohanku tertatap pinggiran kasurku kemarin. Disekolah anak-anak sibuk belajar matematika, aku tidak sempat belajar karena aku ceroboh dengan meninggalkan buku matematikaku di loker sekolah. Untuk berkonsentrasi memahami rumus-rumus pun butuh kekuatan ekstra akibat rasa pusingku dikepala. Sempat aku merasa tak yakin untuk mengerjakan ulangan matematika hari ini tanpa remidi.

                Bel berbunyi tanda masuk dan disinilah tantangan akan dimulai. Mengerjakan soal matematika dengan rasa pusing yang seakan membuat kepalaku bisa meledak. Sempat aku berpikir apakah aku salah makan? Kenapa humberger ini tidak bisa menyalurkan energy kepadaku seperti semangat ayahku? Apa aku terlalu lelah karena kurang tidur akhir-akhir ini? Pertanyaanku semakin memperparah keadaanku. Kulihat guruku masuk dengan kepala tegap dan ekspresinya seakan mengatakan aku datang dengan membawa soal yang bisa mencabik-cabikmu seperti aligator. Oh, tidak kepalaku semakin terasa sakit.

                Semua anak mengerjakan ulangan dengan hening. Keheningan yang akan membuat guru-guru yang pernah mengajar dikelasku keheranan. Bukan karena kelas kami sering ribut, kelas kami adalah kelas para siswa yang aktiv dan cerdas. Sebagaimana halnya anak-anak cerdas pada umumnya yang gak bakal betah untuk duduk diam dan mendengarkan guru menerangkan hal yang sudah kami pelajari sebelumnya entah di rumah, di les, membaca dari buku, dll. Ketika aku membaca soal aku gak tau bagaimana rumusnya, aku ingat sekali bahwa guruku pernah memberikan catatan ini. Dan aku pun mngerjakan dengan ingatanku seadanya dan berharap jawabanku ini betul walaupun hanya caranya saja, masalah hasil akhir aku angkat tangan deh. Jika Tata (teman sebangkuku) membaca ini pasti dia hanya tertawa dan berkata “Emang tiap ada ulangan kamu pernah belajar ya, cha?”

                Ajaib sekali aku mengerjakan ulangan matematika ini  lumayan cepat. Bahkan banyak anak yang belum selesai, bukannya aku berlagak sombong. Tapi, beneran deh seakan-akan dunia disekelilingku menghilang dan yang ada hanya aku dan soal matematika dihadapanku. Sebelum aku mengumpulkannya aku pun berdoa semoga jawabanku ini adalah jawabn yang tepat. AMIN.

                Pernahkah kalian ketahui bahwa pelajaran bahasa Jawa selalu membuatku mengantuk. Tak terhitung sudah berapa kali aku menguap. Bahkan selama tiga menit aku tertidur pulas hingga teman sebangkuku menepuk bahuku untuk membangunkanku. Untungnya guruku tak menyadari tindakan itu. Walaupun sudah dibangunkan mataku masih terasa berat. Seakan ada beban 1 ton yang membuat mataku ingin selalu menutup.

                Siang hari ini diisi dengan cuaca mendung. Semendung diriku. Hujan pun menambah point bahwa suasana hatiku bertambah mendung. Aku kelabakan mencari cara agar cameraku tidak basah. Kelompokku dengan entengnya mengingkari perkataan mereka sendiri. Mereka membatalkan pengambilan foto belanja. Aku hanya dapat merutuk dalam hati saja. Kemarin malam aku pun melarang ayahku menggunakannya dengan alasan sedang aku charge untuk besok mengerjakan tugas. Sebenarnya aku tak tega menolak keinginan ayahku untuk menggunakannya pada acara malam itu. Dimana ayahku akan tampil menyayi. Dan aku bodoh karena telah melarang keinginannya mengabadikan momen itu.

                Sampai dirumah kesialanku tidak berakhir. Ibuku tidak menggubrisku ketika aku masuk rumah dengan mengucapkan salam. Ibuku sedang asyik bertelepon dengan keluarganya diluar kota, yang sebenarnya dilakukan ibuku setiap hari. Disaat aku sedang berganti baju kakiku tertatap pinggiran meja. Tepat dilukaku. Aku mengerang menahan teriakanku agar tidak mengganggu ibuku. Aku menunggu ibuku selesai berteleponan sekitar 15 menit. Ketika diperjalanan pulang tadi aku sudah mengandai-andai makanan yang sedap buatan ibuku akan tersedia di dapur, aku pun rela tidak jajan disekolah agar ibuku senang bisa melihatku makan lahap hasil masakannya. Namun, apa yang kutemui disini? Hanya mangkuk-mangkuk kosong dan tempat nasi yang kosong. Ibuku bilang bahwa hari ini dia tidak masak karena dia tidak akan khawatir ayahku akan marah. Aku tidak bisa menampakkan wajah kecewa didepannya. Ibuku sempat menawariku untuk beli makanan sendiri diluar. Aku menolaknya, rasa makanan diluar sungguh berbeda dengan masakan ibuku. Dan ibuku melanjutkan kegiatan meneleponnya lagi. Oh, aku harus puas dengan meneguk air putih saja.

                Didalam kamar aku hanya bisa mengkhayal seandainya ayahku ada dirumah ibuku pasti akan memasak masakan yang lezat. Seandainya kakakku pulang aku tidak akan menemukan mangkuk dan tempat nasi didapurku dalam keadaan kosong. Seandainya seluruh keluargaku lengkap dirumah aku tidak akan hanya puas dengan meneguk segelas air saja. Dan dengan itu aku pun harus sabar dengan segala kejadian hari ini.

                Hal ini mengingatkanku akan anak-anak yang terlantar dijalanan. Bagaimana nasib mereka? Apakah nasib mereka lebih parah? Bagaimana bisa mereka kuat dengan semua ini? Aku tidak bisa membayangkan seandainya setiap hari aku harus menahan ini semua. Aku pasti akan menghargai setiap butir nasi di piringku. Menghargai semua fasilitas yang diberikan kedua orangtuaku, ini membuatku tampak dimanja.
1 komentar:

ocha, maaf yaa :'(
mungkin aku cuma bisa ngomong ini aja , tapi aku bener" minta maaf ya untuk senin kemarin ..

Don't get close to me, but do not go far away.

FemInd Bloggers

Chat With Me

Search This Blog

Follow Me